Berikut adalah 8 contoh kasus Cyber Crime yang pernah terjadi beserta modus dan analisa penyelesaiannya:
KASUS 1 :
Pada
tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer
sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991
tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta
di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana
komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah
berupa computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Pada
kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah murni criminal, kejahatan
jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.
Penyelesaiannya,
karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada bank dengan
menggunaka komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai
dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam
dengan pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus
perbuatan yang dilakukannya.
KASUS 2 :
Kasus
ini terjadi saat ini dan sedang dibicarakan banyak orang, kasus video
porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di
unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus
ini sedang dalam proses.
Pada
kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan
atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan
penyerangan tersebut.
Penyelesaian
kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait
dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut,
Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman
minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta
hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
KASUS 3 :
Istilah hacker
biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk
mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan
kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan
di internet lazimnya disebut cracker.
Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang
memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking
di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan
account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan
virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut
sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang
bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat
memberikan layanan.
Pada
kasus Hacking ini biasanya modus seorang hacker adalah untuk menipu
atau mengacak-acak data sehingga pemilik tersebut tidak dapat mengakses
web miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
KASUS 4 :
Carding, salah satu jenis cyber crime yang terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan
yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan
digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Para
pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa ini, digerebek
aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil melakukan transaksi di
internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para pelaku, rata-rata
beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung. Mereka
biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka
peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas kepolisian
ini menolak menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih
dalam penyelidikan lebih lanjut.
Modus
kejahatan ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit
orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs lelang
barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik dengan
pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang
Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
KASUS 5 :
Penyebaran
virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis kasus cyber crime
yang terjadi pada bulan Juli 2009, Twitter (salah satu jejaring social
yang sedang naik pamor di masyakarat belakangan ini) kembali menjadi
media infeksi modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak akun
Twitter dan menular melalui postingannya, dan menjangkiti semua
follower. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak kasus
penyebaran malware di seantero jejaring social. Twitter tak kalah jadi
target, pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang mengiklankan
video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mendownload
Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.
Modus
serangannya adalah selain menginfeksi virus, akun yang bersangkutan
bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku mampu mencuri nama
dan password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan
orang lain, seperti permintaan transfer uang . Untuk penyelesaian kasus
ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi
perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya belum ada
kepastian hukum.
KASUS 6 :
Cybersquatting
adalah mendaftar, menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud
mengambil keuntungan dari merek dagang atau nama orang lain. Umumnya
mengacu pada praktek membeli nama domain yang menggunakan nama-nama
bisnis yang sudah ada atau nama orang orang terkenal dengan maksud untuk
menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka . Contoh kasus
cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di dunia itu pun kurang sigap
dalam mengelola brandingnya di internet, sampai domainnya diserobot
orang lain. Beruntung kasusnya bisa digolongkan cybersquat sehingga
domain carlosslim.com bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan
popularitas perusahaan dan keyword Carlos Slim dengan cara menjual iklan
Google kepada para pesaingnya. Penyelesaian kasus ini adalah dengan
menggunakan prosedur Anticybersquatting Consumer Protection Act (ACPA),
memberi hak untuk pemilik merek dagang untuk menuntut sebuah
cybersquatter di pengadilan federal dan mentransfer nama domain kembali
ke pemilik merek dagang. Dalam beberapa kasus, cybersquatter harus
membayar ganti rugi uang.
KASUS 7 :
Salah
satu contoh kasus yang terjadi adalah pencurian dokumen terjadi saat
utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dipimpin Menko
Perekonomian Hatta Rajasa berkunjung di Korea Selatan. Kunjungan
tersebut antara lain, guna melakukan pembicaraan kerja sama jangka
pendek dan jangka panjang di bidang pertahanan. Delegasi Indonesia
beranggota 50 orang berkunjung ke Seoul untuk membicarakan kerja sama
ekonomi, termasuk kemungkinan pembelian jet tempur latih supersonik T-50
Golden Eagle buatan Korsel dan sistem persenjataan lain seperti pesawat
latih jet supersonik, tank tempur utama K2 Black Panther dan rudal
portabel permukaan ke udara. Ini disebabkan karena Korea dalam
persaingan sengit dengan Yak-130, jet latih Rusia. Sedangkan anggota DPR
yang membidangi Pertahanan (Komisi I) menyatakan, berdasar informasi
dari Kemhan, data yang diduga dicuri merupakan rencana kerja sama
pembuatan 50 unit pesawat tempur di PT Dirgantara Indonesia (DI). Pihak
PT DI membenarkan sedang ada kerja sama dengan Korsel dalam pembuatan
pesawat tempur KFX (Korea Fighter Experiment). Pesawat KFX lebih canggih
daripada F16. Modus dari kejahatan tersebut adalah mencuri data atau data theft, yaitu kegiatan memperoleh data komputer secara tidak sah, baik digunakan sendiri ataupun untuk diberikan kepada orang lain. Indentity Theft merupakan
salah satu jenis kejahatan ini yang sering diikuti dengan kejahatan
penipuan. Kejahatan ini juga sering diikuti dengan kejahatan data leakage. Perbuatan melakukan pencurian dara sampai saat ini tidak ada diatur secara khusus.
KASUS 8 :
Perjudian
online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian.
Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku
melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua
anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke
0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat
internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga
Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap
petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa
mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain
judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Dan
sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian
dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar